- Nama : Dennis Juwono
- NPM: 22114705
- Kelas: 4KB10
PENDAHULUAN
CYBER LAW
Cyber
Law adalah sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk pada hukum yang tumbuh
dalam medium cyberspace. Cyber law merupakan sebuah istilah yang berhubungan
dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan
distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam
sebuah jaringan. Didalam karyanya yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace,
Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode utama regulasi internet, yaitu:
·
Law
(Hukum) East Coast Code (Kode Pantai Timur) standar, dimana kegiatan di internet
sudah merupakan subjek dari hukum konvensional. Hal-hal seperti perjudian secara
online dengan cara yang sama seperti halnya secara offline.
·
Architecture
(Arsitektur)West Coast Code (Kode Pantai Barat), dimana mekanisme ini
memperhatikan parameter dari bisa atau tidaknya informasi dikirimkan lewat internet.
Semua hal mulai dari aplikasi penyaring internet (seperti aplikasi pencari kata
kunci) ke program enkripsi, sampai ke arsitektur dasar dari protokol TCP/IP, termasuk
dalam kategori Norms (Norma)Norma merupakan suatu aturan, di dalam lregulasi
ini. setiap kegiatan akan diatur secara tak terlihat lewat aturan yang terdapat
di dalam komunitas, dalam hal ini oleh pengguna internet.
·
Market
(Pasar)Sejalan dengan regulasi oleh norma di atas, pasar juga mengatur beberapa
pola tertentu atas kegiatan di internet. Internet menciptakan pasar informasi virtual
yang mempengaruhi semua hal mulai dari penilaian perbandingan layanan ke penilaian
saham.
COMPUTER CRIME ACT
Pada
tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan
yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU
Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta
dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. The Computer Crime Act
mencakup, sbb:
·
Mengakses
material komputer tanpa ijin
·
Menggunakan
komputer untuk fungsi yang lain
·
Memasuki
program rahasia orang lain melalui komputernya
·
Mengubah
/ menghapus program atau data orang lain
·
Menyalahgunakan
program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Council of Europe Convention on Cyber
Council
of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang
berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional
untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan
hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama
internasional. berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI)
pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council
of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh
negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama
internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional
pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer
lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang
berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan
jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti
pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah. Tujuan utama adanya konvensi
ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan
masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan
kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional.
Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk:
1.
Harmonisasi
unsur-unsur hukum domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan
yang terhubung di bidang kejahatan cyber.
2.
Menyediakan
form untuk kekuatan hukum domestik acara pidana yang diperlukan.
3.
untuk
investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang
dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan
bentuk elektronik
4.
Mendirikan
cepat dan efektif rezim kerjasama internasional.
Jadi,
Perbedaan dari ketiga di atas yaitu :
Cyberlaw
merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan peraturan
yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut. Jadi, setiap negara
mempunyai cyberlaw tersendiri. Sedangkan Computer Crime Law (CCA) Merupakan
Undang-undang penyalahan penggunaan Information Technology di Malaysia. dan
Council of Europe Convention on Cybercrime Merupakan Organisasi yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia Internasional.
Organisasi
ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di seluruh dunia. Jadi perbedaan
dari ketiga peraturan tersebut adalah sampai di mana jarak aturan itu berlaku. Cyberlaw
berlaku hanya berlaku di Negara masing-masing yang memiliki Cyberlaw, Computer
Crime Law (CCA) hanya berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang berada di
Negara Malaysia dan Council of Europe Convention on Cybercrime berlaku kepada
pelaku kejahatan cybercrime yang ada di seluruh dunia.
CYBER LAW NEGARA
INDONESIA
Inisiatif
untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus
utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi
elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat
digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal
ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik,
pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan
target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah
banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement
(e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun ternyata
dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke
dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia.
Beberapa
hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan
di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan
password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan
(e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah
privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke
Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan
teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan
pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia.
Salah
satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya
terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang
dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia.
Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah
tempat di dunia.
STUDI KASUS
Jaringan internet di Pusat Tabulasi Nasional Komisi
Pemilihan Umum sempat down (terganggu) beberapa kali. KPU
menggandeng kepolisian untuk mengatasi hal tersebut. “Cybercrime
kepolisian juga sudah membantu. Domain kerjasamanya antara KPU dengan
kepolisian”, kata Ketua Tim Teknologi Informasi KPU, Husni Fahmi di Kantor KPU,
Jalan Imam Bonjol, Menteng , Jakarta Pusat (15 April 2009).
Menurut
Husni, tim kepolisian pun sudah mendatangi Pusat Tabulasi Nasional KPU di Hotel
Brobudur di Hotel Brobudur, Jakarta Pusat. Mereka akan mengusut adanya dugaan
kriminal dalam kasus kejahatan dunia maya dengan cara meretas. “Kamu sudah
melaporkan semuanya ke KPU. Cybercrime sudah datang,” ujarnya.
Sebelumnya, Husni menyebut sejak tiga hari dibuka, Pusat Tabulasi berkali-kali
diserang oleh peretas.” Sejak hari lalu dimulainya perhitungan tabulasi,
samapai hari ini kalau dihitung-hitung, sudah lebuh dari 20 serangan”, kata
Husni, Minggu(12/4).
Seluruh
penyerang itu sekarang, kata Husni, sudah diblokir alamat IP-nya oleh PT. Telkom.
Tim TI KPU bias mengatasi serangan karena belajar dari pengalamn 2004 lalu.
“Memang sempat ada yang ingin mengubah tampilan halaman tabulasi nasional hasil
pemungutan suara milik KPU. Tetapi segera kami antisipasi.”
Kasus di
atas memiliki modus untuk mengacaukan proses pemilihan suara di KPK. Motif
kejahatan ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni
kejahatan. Hal ini dikarenakan para penyerang dengan sengaja untuk melakukan
pengacauan pada tampilan halaman tabulasi nasional hasil dari Pemilu. Kejahatan
kasus cybercrime ini dapat termasuk jenis data forgery, hacking-cracking,
sabotage and extortion, atau cyber terorism. Sasaran dari kasus
kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pemerintah (against
government) atau bisa juga cybercrime menyerang hak milik (against
property).
TEORI DAN ANALISIS
·
Kriptografi : seni menyandikan data. Data yang
dikirimkan disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di
komputer tujuan, data dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan
dimengerti oleh penerima. Hal ini dilakukan supaya pihak-pihak penyerang tidak
dapat mengerti isi data yang dikirim.
·
Internet Farewell: untuk mencegah akses dari pihak
luar ke sistem internal. Firewall dapat bekerja dengan 2 cara, yaotu
menggunakan filter dan proxy. Firewall filter menyaring komunikasi agar terjadi
seperlunya saja, hanya aplikasi tertentu saja yang bisa lewat dan hanya
komputer dengan identitas tertentu saja yang bisa berhubungan. Firewall proxy
berarti mengizinkan pemakai dalam untuk mengakses internet
seluas-luasnya, tetapi dari luar hanya dapat mengakses satu komputer tertentu
saja.
1. Menutup service yang tidak
digunakan.
2. Adanya sistem pemantau serangan yang
digunakan untuk mengetahui adanya tamu/seseorang yang tak diundang (intruder)
atau adanya serangan (attack).
3. Melakukan back up secara
rutin.
4. Adanya pemantau integritas sistem.
Misalnya pada sistem UNIX adalah program tripwire. Program ini dapat
digunakan untuk memantau adanya perubahan pada berkas.
5. Perlu adanya cyberlaw: Cybercrime
belum sepenuhnya terakomodasi dalam peraturan / Undang-undang yang ada, penting
adanya perangkat hukum khusus mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda
dari kejahatan konvensional.
6. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus:
Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan
sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset
khusus dalam penanggulangan cybercrime
Tidak ada komentar:
Posting Komentar