Selasa, 23 Juni 2015

SDM dan Teknologi



KARAKTERISTIK SUMBER DAYA MANUSIA DI
BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI

Seperti layaknya setiap perusahaan memiliki pandangan atau strategi tersendiri terhadap teknologi informasi yang dimiliki, sebagai suatu negara, Indonesia pun harus menentukan posisinya sehubungan dengan teknologi ini. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi lagi ‘over investment’ atau ‘under investment’ di aspek-aspek yang tidak perlu atau tidak tepat diterapkan dalam format negara Republik Indonesia. Fenomena ‘over investment’ telah terlihat dalam proyek-proyek IPTN yang semakin hari semakin sulit mempertahankan eksistensinya, sementara ‘under investment’ terjadi pada pengembangan teknologi agrobisnis yang sampai menyebabkan negara harus melakukan impor sembako dari negara luar.

Ilmu komputer sendiri secara prinsip berkembang semakin luas dan sangat cepat dalam kurun waktu hampir dua puluh tahun, melebihi yang terjadi pada disiplin ilmu lainnya, sampai-sampai ada seorang eksekutif perusahaan komputer terkenal menganalogikan, jika kecepatan perkembangan yang sama dialami oleh teknologi otomotif, saat ini dunia akan memiliki sebuah mobil, yang dapat berlari dengan kecepatan 100,000 kilometer per jam, dan hanya memakan bahan bakar solar sebanyak 1 liter!

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi tiga tahapan evolusi dalam dunia ilmu komputer. Mulai dari tahap pertama dimana pemakaian komputer ditujukan untuk memperbaiki efisiensi kerja yang biasa dilakukan secara manual, tahap kedua dimana diperkenalkan istilah teknologi informasi sebagai hasil perkembangan komputer yang dipadukan dengan teknologi telekomunikasi (yang melahirkan istilah teknologi informasi), hingga pada akhirnya memasuki tahap sistem informasi yang telah membawa komputer tidak hanya sebagai ‘optional tool’ dalam perusahaan (bisnis), tetapi telah menjadi modal utama dalam berkompetisi (hidup matinya suatu perusahaan modern). Pertanyaannya sehubungan dengan hal ini adalah, apakah tiap negara mengalami evolusi yang sama di bidang pengembangan teknologi informasi sehingga dibutuhkan komposisi SDM yang sama pula? Jawabannya adalah: tidak. Walaupun secara teknis seluruh dunia sudah dapat membeli dan memiliki perangkat teknologi informasi yang tercanggih, namun secara prinsip penggunaan informasi sebagai urat nadi pembangunan negara berevolusi seiring dengan perkembangan bangsa itu sendiri. Penggunaan informasi di negara berkembang saat ini sangat jauh berbeda dengan yang ada di negara-negara maju, walaupun perangkat teknologi informasi yang dipergunakan sama. Dengan kata lain, setiap negara harus memiliki komposisi SDM yang unik atau khusus agar dapat memposisikan dirinya ‘sejajar’ dalam hal penggunaan informasi dengan negara-negara lain sesuai dengan kekuatan yang dimiliki masing-masing. Seperti apakah komposisi SDM yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saat ini di bidang teknologi informasi? Berikut adalah sedikit banyak pemikiran berdasarkan analisa penulis dan beberapa pakar/praktisi teknologi informasi nasional sehubungan dengan hal tersebut.

Secara sederhana dan global, dunia teknologi informasi dapat dilihat sebagai sebuah kubus yang sederhana (lihat gambar), yang terdiri dari tiga sisi domain: Kebutuhan, Ilmu, dan SDM. Dilihat dari kebutuhannya (demand dalam masyarakat), ada dua proyek teknologi yang mendominasi. Jenis pertama adalah untuk keperluan riset dan pengembangan (R&D). Tujuan dari program ini biasanya untuk menghasilkan suatu teknologi baru, baik berwujud fisik (komputer, peripheral, printer, router, dsb.) yang siap untuk dijual dan diterapkan, maupun non-fisik (program, metodologi, teori, algoritma,dsb.) yang siap untuk dijadikan landasan penciptaan produk-produk baru. Jenis proyek yang kedua adalah berupa perencanaan dan pengembangan teknologi informasi untuk keperluan sistem informasi perusahaan atau korporat. Tingkat penggunaan teknologi informasi dewasa ini teramat sangat beragam, mulai dari yang sederhana (untuk tujuan efisiensi perusahaan) sampai dengan pemanfaatan sebagai senjata dalam berkompetisi (terutama untuk perusahaan jasa seperti bank, asuransi, sekuritas, dan telekomunikasi). Untuk masing-masing negara, komposisi kedua jenis atau domain proyek ini teramat sangat berlainan. Porsi proyek-proyek R&D di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Perancis,dan Taiwan lebih besar daripada proyek-proyek penerapan teknologi informasi di perusahaan; sementara itu di negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand, porsi proyek sistem informasi perusahaan terlihat sangat dominan jika dibandingkan dengan pengembangan program-program R&D yang bisa dihitung dengan jari.


Ditinjau dari segi atau domain keilmuan, secara garis besar disiplin ilmu yang berkaitan dengan komputer ini merupakan perpaduan antara tiga jenis pengetahuan: hardware, software, dan brainware. Khusus untuk brainware, terjadi evolusi yang secara signifikan telah menggeser paradigma keterlibatan manusia atau SDM dalam disiplin ilmu komputer. Jika di tahun-tahun awal pengembangan komputer, brainware hanya didefinisikan sebagai para user atau pengguna sistem komputer (hardware dan software), saat ini batasan brainware meluas kepada seluruh unsur manusia atau SDM yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan teknologi informasi. Unsur manusia di sini lebih ditekankan pada kemampuan mereka mengimplementasikan atau mensupply jenis teknologi informasi sebagai jawaban atas demand akan sistem informasi di perusahaan atau organisasi lain. Tidaklah mengherankan bahwa di negara-negara maju terkadang terlihat fenomena melibatkan banyak SDM dari unsur-unsur disiplin ilmu lain seperti psikologi, fisika, matematika, desain, dan lain sebagainya sebagai bagian dari tim pencipta teknologi informasi baru. Brainware di sini juga berarti kemampuan manusia dalam menciptakan metodologi, cara, filosofi, kebijakan, standar, dan hal-hal yang akan dipergunakan sebagai dasar-dasar manajemen proyek sistem informasi (I/S Project Management). Sebagai catatan penting, perlu diketahui pula bahwa perkembangan teknologi informasi telah membawa ketiga unsur utama (hardware, software, dan brainware) ini menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan. Sebuah proyek pengembangan LAN di perusahaan paling tidak membutuhkan seorang manajer proyek (project manager) yang mengerti benar mengenai kendala penerapan LAN di korporat (terutama masalah maintenance, supports dan services), seorang ahli jaringan komputer yang harus tahu betul mengenai cara kerja berbagai jenis sistem operasi yang dipergunakan LAN, seorang ahli perangkat lunak untuk menginstalasi dan memonitor berjalannya semua aplikasi yang akan diterapkan di LAN, dan seorang analis bisnis untuk menjamin bahwa LAN yang diinstalasi dapat secara efektif menjawab kebutuhan perusahaan tersebut.

Kedua domain di atas itulah yang akan menjadi dasar penentuan jenis atau karakteristik SDM yang dibutuhkan oleh suatu negara. Belakangan ini banyak terdengar perdebatan di kalangan pendidikan tinggi di Indonesia berkaitan mengenai kurikulum ilmu komputer dan teknologi informasi. Mulai dari hal penamaan jurusan seperti teknik informatika, ilmu komputer, teknik komputer, manajemen informatika, sampai dengan isi dari kurikulum itu sendiri. Lepas dari permasalahan tersebut, yang justru pertama kali harus dipecahkan (karena memang belum pernah terpecahkan) adalah menentukan visi bangsa sehubungan dengan keberadaan teknologi informasi sebagai jawaban terhadap tantangan jaman. Output yang harus dihasilkan adalah berupa penempatan posisi Indonesia di dalam penguasaan teknologi informasi yang akan dikembangkan di antara negara-negara lain di dunia. Jika bangsa Indonesia memiliki visi untuk menjadi salah satu negara silicon valley di dunia misalnya, berarti yang harus lebih ditekankan adalah pengembangan proyek-proyek berbau R&D. Komposisi ilmu yang diberikan pun akan tergantung dari batasan R&D itu sendiri, sehingga rasio pemberian dan riset ilmu-ilmu hardware, software, dan brainware dapat disesuaikan. Yang pasti adalah bahwa produk yang harus dihasilkan oleh institusi akademis adalah ‘people, science, and technology’. Kedua domain pertama telah menjawab kebutuhan akan ‘science and technology’. Bagaimana dengan faktor ‘people’ atau SDM?

Domain ketiga dari kubus memperlihatkan tiga karakteristik manusia yang dibutuhkan, dilihat dari perspektif SDM. Hal yang pertama kali dilihat oleh dunia industri adalah kompetensi SDM. Kemampuan berpikir secara terstruktur, kemampuan melakukan proses induksi dan deduksi, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan logika, merupakan beberapa kompetensi utama yang harus dimiliki oleh seorang praktisi teknologi informasi. Jika kompetensi utama sudah didefinisikan, barulah langkah kedua berupa penentuan pengetahuan (knowledge) yang dibutuhkan oleh SDM untuk dapat mengejar target kompetensinya, misalnya pengetahuan akan pengambilan keputusan dengan menggunakan matematika logika, cara kerja komputer-komputer masa kini, komponenkomponen data warehouse, layer-layer utama dalam sistem operasi, komponen pengambilan keputusan dalam perusahaan, aspek decision support system, dan lain sebagainya harus dikuasai betul oleh SDM yang bersangkutan. Barulah setelah kedua hal (kompetensi dan pengetahuan) yang bersifat sangat mendasar dan strategis (jangka panjang) ini berhasil ditentukan, SDM diperlengkapi dengan keahlian atau skill tertentu sesuai dengan kemajuan jaman. Jika teknologi sekarang yang sedang menjadi trend adalah intranet, Oracle, object-oriented database, visual language, janganlah keahlian kuno seperti hierarchical database, stand alone operating system, PL/1 language, masih wajib diajarkan kepada para mahasiswa. Setelah ketiga karakteristik ini sudah terdefinisi dengan baik, barulah isi kurikulum dan judul mata kuliah dapat ditentukan.

Sebagai kesimpulan, lepas dari apa nama jurusan atau program studi yang akan ditawarkan, gelar yang akan diberikan, nama mata kuliah yang akan diajarkan, bagaimana proses rekrutmen mahasiswa, dan lain sebagainya, kalangan industri hanya melihat bahwa terjadi supply yang cukup terhadap SDM di bidang teknologi informasi yang memiliki kompetensi, pengetahuan, dan keahlian yang sesuai dengan tuntutan jaman, tidak lebih dan tidak kurang. Apakah para akademis di bidang teknologi informasi telah melakukan analisa terhadap kebutuhan SDM di Indonesia? Pernahkan dilakukan diskusi secara intensif dengan kalangan industri mengenai hal ini? Sudah terdapatkah visi yang jelas di bidang teknologi informasi yang ditargetkan oleh pemerintah Indonesia? Apakah secara periodik paling tidak setahun sekali terjadi peninjauan dan penyesuaian kurikulum di bidang teknologi informasi (ingat, kemajuan di bidang ini sangat pesat)? Semua ini merupakan pertanyaan-pertanyaan dan pekerjaan rumah yang harus segera dijawab oleh para praktisi akademis, pemerintahan, dan industri terkait. Hal khusus yang harus diperhatikan, adalah jangka melakukan pemecahan secara tambal sulam, karena selain bersifat jangka pendek (short term), biasanya penyelesaian tambal sulam cenderung  merusah pondasi utama yang dibutuhkan. Seperti layaknya sebuah perusahaan, analisa harus dilakukan dengan pendekatan top down, mulai dari visi, misi, critical success factors, key performance indicators, sampai dengan penentuan strategi dan program-program taktis lainnya di bidang teknologi informasi.

Nara sumber :
Dr. Richardus Eko Indrajit, Pengantar konsep dasar manajemen sistem informasi dan teknologi informasi

Tidak ada komentar: