KARAKTERISTIK SUMBER DAYA MANUSIA DI
BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI
Seperti layaknya setiap perusahaan memiliki
pandangan atau strategi tersendiri terhadap teknologi informasi yang dimiliki,
sebagai suatu negara, Indonesia pun harus menentukan posisinya sehubungan
dengan teknologi ini. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi lagi ‘over investment’ atau ‘under investment’ di aspek-aspek yang tidak perlu atau tidak tepat
diterapkan dalam format negara Republik Indonesia. Fenomena ‘over investment’
telah terlihat dalam proyek-proyek IPTN yang semakin hari semakin sulit mempertahankan
eksistensinya, sementara ‘under investment’ terjadi pada pengembangan teknologi
agrobisnis yang sampai menyebabkan negara harus melakukan impor sembako dari
negara luar.
Ilmu komputer sendiri secara prinsip berkembang
semakin luas dan sangat cepat dalam kurun waktu hampir dua puluh tahun,
melebihi yang terjadi pada disiplin ilmu lainnya, sampai-sampai ada seorang
eksekutif perusahaan komputer terkenal menganalogikan, jika kecepatan
perkembangan yang sama dialami oleh teknologi otomotif, saat ini dunia akan
memiliki sebuah mobil, yang dapat berlari dengan kecepatan 100,000 kilometer
per jam, dan hanya memakan bahan bakar solar sebanyak 1 liter!
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi
tiga tahapan evolusi dalam dunia ilmu komputer. Mulai dari tahap pertama dimana
pemakaian komputer ditujukan untuk memperbaiki efisiensi kerja yang biasa
dilakukan secara manual, tahap kedua dimana diperkenalkan istilah teknologi
informasi sebagai hasil perkembangan komputer yang dipadukan dengan teknologi
telekomunikasi (yang melahirkan istilah teknologi informasi), hingga pada
akhirnya memasuki tahap sistem informasi yang telah membawa komputer tidak
hanya sebagai ‘optional tool’ dalam perusahaan (bisnis), tetapi
telah menjadi modal utama dalam berkompetisi (hidup matinya suatu perusahaan
modern). Pertanyaannya sehubungan dengan hal ini adalah, apakah tiap negara
mengalami evolusi yang sama di bidang pengembangan teknologi informasi sehingga
dibutuhkan komposisi SDM yang sama pula? Jawabannya adalah: tidak. Walaupun
secara teknis seluruh dunia sudah dapat membeli dan memiliki perangkat
teknologi informasi yang tercanggih, namun secara prinsip penggunaan informasi
sebagai urat nadi pembangunan negara berevolusi seiring dengan perkembangan
bangsa itu sendiri. Penggunaan informasi di negara berkembang saat ini sangat
jauh berbeda dengan yang ada di negara-negara maju, walaupun perangkat teknologi
informasi yang dipergunakan sama. Dengan kata lain, setiap negara harus memiliki
komposisi SDM yang unik atau khusus agar dapat memposisikan dirinya ‘sejajar’ dalam
hal penggunaan informasi dengan negara-negara lain sesuai dengan kekuatan yang dimiliki
masing-masing. Seperti apakah komposisi SDM yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia
saat ini di bidang teknologi informasi? Berikut adalah sedikit banyak pemikiran
berdasarkan analisa penulis dan beberapa pakar/praktisi teknologi informasi
nasional sehubungan dengan hal tersebut.
Secara sederhana dan global, dunia teknologi
informasi dapat dilihat sebagai sebuah kubus yang sederhana (lihat gambar),
yang terdiri dari tiga sisi domain: Kebutuhan, Ilmu, dan SDM. Dilihat dari
kebutuhannya (demand dalam masyarakat), ada dua proyek teknologi yang
mendominasi. Jenis pertama adalah untuk keperluan riset dan pengembangan
(R&D). Tujuan dari program ini biasanya untuk menghasilkan suatu teknologi
baru, baik berwujud fisik (komputer, peripheral, printer, router, dsb.) yang
siap untuk dijual dan diterapkan, maupun non-fisik (program, metodologi, teori,
algoritma,dsb.) yang siap untuk dijadikan landasan penciptaan produk-produk
baru. Jenis proyek yang kedua adalah berupa perencanaan dan pengembangan
teknologi informasi untuk keperluan sistem informasi perusahaan atau korporat.
Tingkat penggunaan teknologi informasi dewasa ini teramat sangat beragam, mulai
dari yang sederhana (untuk tujuan efisiensi perusahaan) sampai dengan
pemanfaatan sebagai senjata dalam berkompetisi (terutama untuk perusahaan jasa
seperti bank, asuransi, sekuritas, dan telekomunikasi). Untuk masing-masing
negara, komposisi kedua jenis atau domain proyek ini teramat sangat berlainan.
Porsi proyek-proyek R&D di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang,
Perancis,dan Taiwan lebih besar daripada proyek-proyek penerapan teknologi informasi
di perusahaan; sementara itu di negara berkembang seperti Indonesia, Filipina,
dan Thailand, porsi proyek sistem informasi perusahaan terlihat sangat dominan
jika dibandingkan dengan pengembangan program-program R&D yang bisa
dihitung dengan jari.
Ditinjau dari segi atau domain keilmuan, secara
garis besar disiplin ilmu yang berkaitan dengan komputer ini merupakan
perpaduan antara tiga jenis pengetahuan: hardware, software, dan brainware.
Khusus untuk brainware, terjadi evolusi yang secara signifikan telah menggeser
paradigma keterlibatan manusia atau SDM dalam disiplin ilmu komputer. Jika di
tahun-tahun awal pengembangan komputer, brainware hanya didefinisikan sebagai
para user atau pengguna sistem komputer (hardware dan software), saat ini
batasan brainware meluas kepada seluruh unsur manusia atau SDM yang terlibat
dalam perencanaan dan pengembangan teknologi informasi. Unsur manusia di sini
lebih ditekankan pada kemampuan mereka mengimplementasikan atau mensupply jenis
teknologi informasi sebagai jawaban atas demand akan sistem informasi di
perusahaan atau organisasi lain. Tidaklah mengherankan bahwa di negara-negara
maju terkadang terlihat fenomena melibatkan banyak SDM dari unsur-unsur
disiplin ilmu lain seperti psikologi, fisika, matematika, desain, dan lain
sebagainya sebagai bagian dari tim pencipta teknologi informasi baru. Brainware
di sini juga berarti kemampuan manusia dalam menciptakan metodologi, cara,
filosofi, kebijakan, standar, dan hal-hal yang akan dipergunakan sebagai
dasar-dasar manajemen proyek sistem informasi (I/S Project Management). Sebagai
catatan penting, perlu diketahui pula bahwa perkembangan teknologi informasi
telah membawa ketiga unsur utama (hardware, software, dan brainware) ini
menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan. Sebuah proyek pengembangan LAN di
perusahaan paling tidak membutuhkan seorang manajer proyek (project manager)
yang mengerti benar mengenai kendala penerapan LAN di korporat (terutama
masalah maintenance, supports dan services), seorang ahli jaringan komputer
yang harus tahu betul mengenai cara kerja berbagai jenis sistem operasi yang
dipergunakan LAN, seorang ahli perangkat lunak untuk menginstalasi dan
memonitor berjalannya semua aplikasi yang akan diterapkan di LAN, dan seorang
analis bisnis untuk menjamin bahwa LAN yang diinstalasi dapat secara efektif
menjawab kebutuhan perusahaan tersebut.
Kedua domain di atas itulah yang akan menjadi dasar
penentuan jenis atau karakteristik SDM yang dibutuhkan oleh suatu negara.
Belakangan ini banyak terdengar perdebatan di kalangan pendidikan tinggi di
Indonesia berkaitan mengenai kurikulum ilmu komputer dan teknologi informasi.
Mulai dari hal penamaan jurusan seperti teknik informatika, ilmu komputer,
teknik komputer, manajemen informatika, sampai dengan isi dari kurikulum itu
sendiri. Lepas dari permasalahan tersebut, yang justru pertama kali harus
dipecahkan (karena memang belum pernah terpecahkan) adalah menentukan visi bangsa
sehubungan dengan keberadaan teknologi informasi sebagai jawaban terhadap tantangan
jaman. Output yang harus dihasilkan adalah berupa penempatan posisi Indonesia
di dalam penguasaan teknologi informasi yang akan dikembangkan di antara negara-negara
lain di dunia. Jika bangsa Indonesia memiliki visi untuk menjadi salah satu negara
silicon valley di dunia misalnya, berarti yang harus lebih ditekankan adalah pengembangan
proyek-proyek berbau R&D. Komposisi ilmu yang diberikan pun akan tergantung
dari batasan R&D itu sendiri, sehingga rasio pemberian dan riset ilmu-ilmu hardware,
software, dan brainware dapat disesuaikan. Yang pasti adalah bahwa
produk yang harus dihasilkan oleh institusi akademis adalah ‘people, science,
and technology’. Kedua domain pertama telah menjawab kebutuhan akan ‘science
and technology’. Bagaimana dengan faktor ‘people’ atau SDM?
Domain ketiga dari kubus memperlihatkan tiga karakteristik
manusia yang dibutuhkan, dilihat dari perspektif SDM. Hal yang pertama kali
dilihat oleh dunia industri adalah kompetensi SDM. Kemampuan berpikir secara
terstruktur, kemampuan melakukan proses induksi dan deduksi, kemampuan
memecahkan persoalan-persoalan logika, merupakan beberapa kompetensi utama yang
harus dimiliki oleh seorang praktisi teknologi informasi. Jika kompetensi utama
sudah didefinisikan, barulah langkah kedua berupa penentuan pengetahuan
(knowledge) yang dibutuhkan oleh SDM untuk dapat mengejar target kompetensinya,
misalnya pengetahuan akan pengambilan keputusan dengan menggunakan matematika
logika, cara kerja komputer-komputer masa kini, komponenkomponen data
warehouse, layer-layer utama dalam sistem operasi, komponen pengambilan
keputusan dalam perusahaan, aspek decision support system, dan lain sebagainya
harus dikuasai betul oleh SDM yang bersangkutan. Barulah setelah kedua hal (kompetensi
dan pengetahuan) yang bersifat sangat mendasar dan strategis (jangka panjang)
ini berhasil ditentukan, SDM diperlengkapi dengan keahlian atau skill tertentu sesuai
dengan kemajuan jaman. Jika teknologi sekarang yang sedang menjadi trend adalah
intranet, Oracle, object-oriented database, visual language, janganlah keahlian
kuno seperti hierarchical database, stand alone operating system, PL/1
language, masih wajib diajarkan kepada para mahasiswa. Setelah ketiga
karakteristik ini sudah terdefinisi dengan baik, barulah isi kurikulum dan
judul mata kuliah dapat ditentukan.
Sebagai kesimpulan, lepas dari apa nama jurusan atau
program studi yang akan ditawarkan, gelar yang akan diberikan, nama mata kuliah
yang akan diajarkan, bagaimana proses rekrutmen mahasiswa, dan lain sebagainya,
kalangan industri hanya melihat bahwa terjadi supply yang cukup terhadap SDM di
bidang teknologi informasi yang memiliki kompetensi, pengetahuan, dan keahlian
yang sesuai dengan tuntutan jaman, tidak lebih dan tidak kurang. Apakah para
akademis di bidang teknologi informasi telah melakukan analisa terhadap
kebutuhan SDM di Indonesia? Pernahkan dilakukan diskusi secara intensif dengan
kalangan industri mengenai hal ini? Sudah terdapatkah visi yang jelas di bidang
teknologi informasi yang ditargetkan oleh pemerintah Indonesia? Apakah secara periodik
paling tidak setahun sekali terjadi peninjauan dan penyesuaian kurikulum di bidang
teknologi informasi (ingat, kemajuan di bidang ini sangat pesat)? Semua ini merupakan
pertanyaan-pertanyaan dan pekerjaan rumah yang harus segera dijawab oleh para
praktisi akademis, pemerintahan, dan industri terkait. Hal khusus yang harus diperhatikan,
adalah jangka melakukan pemecahan secara tambal sulam, karena selain bersifat
jangka pendek (short term), biasanya penyelesaian tambal sulam cenderung merusah pondasi utama yang dibutuhkan. Seperti
layaknya sebuah perusahaan, analisa harus dilakukan dengan pendekatan top down,
mulai dari visi, misi, critical success factors,
key performance indicators, sampai
dengan penentuan strategi dan program-program taktis lainnya di bidang
teknologi informasi.
Nara sumber :
Dr. Richardus Eko Indrajit,
Pengantar konsep dasar manajemen sistem
informasi dan teknologi informasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar